Dhany atthalibul 'ulum | 00.21 | 0
komentar
Imam Nawawi
Written By Dhany atthalibul 'ulum on Rabu, 09 Mei 2012 | 21.55
Beliau adalah Al-Imam, Al-Hafizh, Syaikhul Islam, Muhyiddin, Yahya bin Syaraf bin Murry bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam An-Nawawi. Beliau disebut juga sebagai Abu Zakariya, padahal ia tidak mempunyai anak yang bernama Zakariya. Sebab, ia belum sempat menikah. Ia termasuk salah seorang ulama yang membujang hingga akhir hayatnya. Mendapat gelar "Muhyiddin" (orang yang menghidupkan agama), padahal ia tidak menyukai gelar ini karena sifat tawadhu’ beliau. Disamping itu, agama islam adalah agama yang hidup dan kokoh, tidak memerlukan orang yang menghidupkannya sehingga menjadi hujjah atas orang-orang yang meremehkannya atau meninggalkannya. Beliau pernah mengemukakan: "Aku tidak perbolehkan orang memberikan gelar "Muhyiddin" kepadaku." Beliau lahir pada pertengahan bulan Muharram, atau pada sepuluh pertama bulan Muharram (ada yang berpendapat demikian) pada tahun 631 H. di kota Nawa, sebuah daerah di bumi Hauran, Damaskus.
Dhany atthalibul 'ulum | 21.55 | 0
komentar
Kisah Hasan Al Bashri
Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa mantan "maula" (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seo¬rang putera mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di
rumahnya.
Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah.
Dhany atthalibul 'ulum | 21.16 | 0
komentar
SULTAN ISKANDAR MUDA
Written By Dhany atthalibul 'ulum on Kamis, 03 Mei 2012 | 17.28
Pendahuluan
Hampir dalam seluruh aspek kehidupan menunjukkan bahwa zaman Sultan
Iskandar muda merupakan masa kegemilangan Aceh. Dia tidak hanya mampu menyusun
dan menetapkan berbagai konsep qanun (undang-undang dan peraturan) yang adil dan
universal, tetapi juga telah mampu melaksanakan secara adil dan universal pula. Sebagai
seorang yang masih sangat muda menduduki tahta kerajaan (usia 18-19 tahun),
kesuksesan Sultan Iskandar Muda sebagai penguasa Kerajaan Aceh Darussalam telah
mendapat pengakuan bukan hanya dari rakyatnya, tetapi dari musuh-musuhnya dan
bangsa asing di seluruh dunia.
Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyatukan seluruh wilayah semenanjung
tanah Melayu di bawah panji kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam.
Dia juga telah
berhasil menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan berbagai bangsa Asing,
sehingga secara internasional Aceh tidak hanya dikenal sebagai sebuah negeri yang
sangat kaya dengan berbagai sumber daya a!amnya, tetapi kekayaan itu benar-benar
dapat dinikmati secara bersama oleh rakyatnya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan, dia telah menempatkan para
ulama dan kaum cerdik pandai pada posisi yang paling mulia dan istimewa. Sehingga
pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi salah satu
pusat ilmu pengetahuan dan tamaddun di Asia Tenggara yang paling banyak dikunjungi
oleh para kaum pelajar dari seluruh dunia.
Selama lebih kurang 30 tahun masa pemerintahannya, yaitu (1606 - 1636 M) dia
telah berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam ke atas puncak kejayaannya, hingga
mencapai peringkat kelima di antara kerajaan Islam terbesar di dunia.
Dhany atthalibul 'ulum | 17.28 | 0
komentar
Perpustakaan Kuno Tanoh Abee

Pengumpukan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda.
Perpustakaan Tanoh Abee yang terdapat di Desa Tanoh Abee, Kecamatan Seulimum, Kabapaten Aceh Besar. Menurut hasil penelitian Arkeologi Islam Indonesia, perpustakaan tersebut merupakan satu-satunya perpustakaan Islam tertua di Nusantara, bahkan termasuk perpustakaan Islam yang paling tua di Asia Tenggara.
Dhany atthalibul 'ulum | 16.28 | 0
komentar
Seluk-Beluk Dayah di Aceh Dayah di Aceh
Written By Dhany atthalibul 'ulum on Jumat, 27 April 2012 | 11.12
![]() |
Dhany atthalibul 'ulum | 11.12 | 0
komentar
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Tahlil
Written By Dhany atthalibul 'ulum on Kamis, 26 April 2012 | 21.48
Dalam bahasa Arab, Tahlil berarti menyebut kalimah “syahadah” yaitu “La ilaha illa Allah” (لااله الا الله). Dalam konteks Indonesia, tahlil menjadi sebuah istilah untuk menyebut suatu rangkaian kegiatan doa yang diselenggarakan dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia.
Kegiatan tahlil sering juga disebut dengan istilah tahlilan. Tahlilan, sudah menjadi amaliah warga NU sejak dulu hingga sekarang. Sementara kalangan Muhammadiyah tidak membenarkan diselenggarakannya tahlilan.
Bacaan-bacaan doa serta urutan dalam acara tahlil juga sudah tersusun sedemikian rupa, dan dihafal oleh warga NU. Begitu pula tentang bagaimana tradisi pelaksanaannya, di mana keluarga sedang tertimpa musibah kematian (shohibul mushibah) memberikan sedekah makanan bagi tamu yang diundang untuk turut serta mendoakan.
NU menganggap bahwa acara tahlilan tidak bertentangan dengan syariat Islam, melainkan justru sesuai dengan apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah saw.
Sementara Muhammadiyah menganggap bahwa acara tahlilan merupakan sesuatu hal yang baru, tidak pernah dikerjakan dan diperintahkan rasulullah (bid’ah).
NU membenarkan bahwa bacaan doa, kiriman pahala dari membaca ayat-ayat al-Qur’an, dan shodaqah, bisa dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal, sementara Muhammadiyah berpendapat bahwa membaca al-Qur’an, dan bacaan lain, serta bersodaqah yang dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal pahala tersebut tidak akan sampai.
Perbedaan pendapat seputar tahlil ini terjadi, dikarenakan terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Dhany atthalibul 'ulum | 21.48 | 0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)